Alergi adalah suatu respon imun terhadap rangsang
tidak berbahaya dari luar. Rangsangan (allergen) tersebut dapat berupa makanan,
perbedaan suhu, serangga, debu, serbuk sari dan lain-lain. Tiga puluh persen
dari seluruh penduduk dunia itu memiliki alergi lho! (jika dikumpulkan di satu tempat berarti setara
dengan ½ penduduk benua Asia!)
Banyak orang mengenal alergi susu, seafood,
atau kacang. Tapi ada satu alergi yang justru paling sering ditemukan,
namun paling jarang disadari: alergi telur — terutama alergi putih
telur.
Eittss tapi tunggu dulu, jangan panik.
Menurut penelitian, 60-75% alergi telur akan dapat resolusi spontan di usia
remaja lho! Tapiiii… pada beberapa orang, gejala akan menetap sampai dewasa.
Kenapa
begitu?
Alergi telur dapat diminimalisir dengan membiasakan
makan telur sedikit demi sedikit. Hal ini disebut dengan oral imunoterapi.
Memasak telur juga sangat memengaruhi lho terhadap alergi telur. Seseorang akan
cederung lebih alergik terhadap telur mentah/ ½ matang dibandingkan dengan
mengonsumsi telur matang. Tetapi perlu hati-hati jika dengan mengonsumsi telur
makan tetap alergi berat, maka oral imunoterapi sering tidak berhasil
mengurangi gejala alergi telur.
Gejala
Alergi Telur
Gejala alergi telur bervariasi dari ringan
sampai berat, seperti mual muntah, nyeri perut, diare biduran (urtikariaa) bahkan ada sebuah
laporan kasus bahwa folikulitis (bisul) pada bayi juga terkait dengan alergi
telur.
Apa penyebabnya?
Penelitian menunjukkan bahwa alergi sebagian
besar disebabkan oleh faktor genetik. Seorang anak yang memiliki kedua orang
tua alergi memiliki kemungkinan 75% untuk mengalami alergi. Jadi penting lho
untuk cek tendensi alergi berdasarkaan genetik!
Hati-hati
hidden egg dalam makanan:
Roti, kue, es krim, mie, makanan bertepung renyah, saus, mayones, nugget / tempura, bahkan makanan ringan pabrikan