Pemeriksaan papsmear, juga dikenal sebagai papsmear, adalah prosedur penting yang digunakan untuk mengidentifikasi perubahan sel pada serviks yang berpotensi mengarah pada kanker leher rahim. Karena kanker serviks menduduki peringkat kedua terbanyak di antara kanker yang didiagnosis pada perempuan di Indonesia, pemeriksaan ini sangat penting. Menurut data Global Cancer Observatory tahun 2020, terdapat 36.633 kasus baru kanker serviks di Indonesia, yang merupakan 9,3% dari kasus kanker secara keseluruhan. Perubahan sel yang tidak normal dapat dideteksi dengan pemeriksaan rutin sebelum menjadi kanker.
Rekomendasi Frekuensi Papsmear Berdasarkan Usia
Usia dan faktor risiko menentukan hasil optimal Papsmear. Beberapa lembaga kesehatan terkemuka telah membuat saran berikut:
Usia 21-29 Tahun
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyarankan agar wanita melakukan Papsmear pertama mereka pada usia 21 tahun. Jika hasilnya baik, mereka dapat melakukan Papsmear berikutnya setiap tiga tahun sekali. USPSTF, yang mendorong skrining dengan sitologi saja untuk kelompok usia ini setiap tiga tahun, berpendapat serupa.
Namun, RS Pondok Indah Indonesia menyarankan frekuensi yang lebih intensif, yaitu setiap 1 tahun sekali untuk wanita berusia 21-30 tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa konteks lokal Indonesia mungkin memerlukan kewaspadaan lebih tinggi.
Usia 30-65 Tahun
Ada beberapa opsi skrining untuk wanita berusia 30 hingga 65 tahun:
American Cancer Society (ACS) merekomendasikan skrining dengan tes HPV setiap 5 tahun. Jika tes HPV tidak tersedia, alternatifnya adalah co-testing (HPV dan sitologi) setiap 5 tahun, atau sitologi saja setiap 3 tahun.
World Health Organization (WHO) menyarankan skrining dengan tes DNA HPV setiap 5-10 tahun untuk wanita usia 30-50 tahun. Khusus bagi penderita HIV positif, WHO menyarankan skrining lebih sering, yaitu setiap 3-5 tahun mulai usia 25 tahun.
Di Indonesia, RS Pondok Indah menganjurkan wanita usia 30-65 tahun melakukan Papsmear setidaknya setiap 5 tahun sekali.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Frekuensi Papsmear
Beberapa faktor dapat mempengaruhi seberapa sering seseorang harus melakukan Papsmear, antara lain:
Riwayat hasil pemeriksaan abnormal sebelumnya
Status HIV positif
Sistem imun yang lemah
Terpapar dietilstilbestrol (DES) sebelum kelahira
Riwayat kanker serviks dalam keluarga
Bagi wanita dengan faktor risiko tinggi, dokter mungkin merekomendasikan frekuensi pemeriksaan yang lebih sering. Hampir semua (99,7%) kanker serviks berkaitan langsung dengan infeksi Human Papillomavirus (HPV), yang merupakan infeksi menular seksual paling umum di dunia.
Pentingnya Skrining Rutin di Indonesia
Dengan tingginya angka kanker serviks di Indonesia, skrining rutin menjadi sangat penting untuk deteksi dini. Pemeriksaan Papsmear yang teratur dapat mendeteksi perubahan sel sejak awal, sehingga pengobatan dapat dilakukan lebih cepat dengan peluang kesembuhan yang lebih tinggi.
Untuk memastikan kesehatan reproduksi Anda terjaga optimal, KALGen Innolab yang merupakan laboratorium pemeriksaan kanker menyediakan layanan pemeriksaan Papsmear dengan teknologi modern dan tenaga profesional berpengalaman. Jangan tunda pemeriksaan Papsmear Anda demi mencegah risiko kanker serviks dan konsultasikan jadwal pemeriksaan yang tepat sesuai kondisi kesehatan Anda dengan dokter di KALGen Innolab.
Sumber:
Universitas Indonesia - Perangi Kanker Serviks, UI Beri Pemeriksaan Pap Smear Gratis Bagi Masyarakat
National Library of Medicine - Cervical Cancer Screening Recommendations: Now and for the Future
American Cancer Society (ACS) - Cancer Screening Guidelines by Age
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) - Screening for Cervical Cancer